Kejari Maros Tahan Pejabat Diskominfo, Proyek Internet 3 Tahun Diduga Fiktif!
![]() |
Kepala Kejari Maros memberikan keterangan pers terkait penahanan pejabat Diskominfo ||handover |
Tiga Tahun Proyek, Tak Ada Hasil Nyata
SULSELLIMA.com, MAROS – Kasus korupsi kembali mengguncang sektor pelayanan publik berbasis digital di Sulawesi Selatan. Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros resmi menahan Muhammad Taufan, mantan Sekretaris Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfo) Kabupaten Maros, pada Senin, 23 Juni 2025.
Penahanan ini berkaitan dengan dugaan korupsi anggaran pengadaan dan belanja internet untuk proyek Command Center Kabupaten Maros selama tiga tahun anggaran terakhir—2021, 2022, dan 2023.
Kerugian Negara Capai Lebih dari Rp1 Miliar
Dalam konferensi pers yang digelar Senin sore, Kepala Kejari Maros, Zulkifli Said, mengungkapkan hasil audit yang mengejutkan: negara dirugikan sebesar Rp1.049.469.989. Angka ini berasal dari serangkaian pelanggaran dalam pelaksanaan proyek, termasuk:
- Pengadaan layanan internet yang tidak sesuai spesifikasi teknis*dalam kontrak,
- Pembayaran fiktif atas layanan yang tak pernah disediakan,
-Serta laporan pertanggungjawaban yang dimanipulasi untuk menyembunyikan penyimpangan.
Modus Korupsi dalam Proyek Digitalisasi Pemerintahan
Taufan diduga menggunakan jabatannya sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk memuluskan praktek manipulatif tersebut.
Proyek Command Center sejatinya dirancang sebagai pusat kendali transformasi digital dan pelayanan publik berbasis teknologi informasi. Namun, proyek ini justru menjadi ladang korupsi yang merugikan rakyat.
Selama tiga tahun anggaran, dana besar dikucurkan untuk pengadaan internet:
* Tahun 2021: Rp3,6 miliar
* Tahun 2022: Rp5,16 miliar
* Tahun 2023: Rp4,54 miliar
Namun, implementasinya jauh dari harapan. Bukannya memberikan akses dan layanan prima kepada masyarakat, anggaran tersebut malah dikorupsi dengan modus fiktif dan markup spesifikasi teknis.
Resmi Ditahan 20 Hari ke Depan
Taufan kini ditahan di Lapas Kelas IIB Maros untuk 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan. Langkah ini juga diambil untuk mencegah upaya penghilangan barang bukti dan intervensi terhadap proses hukum.
“Kami berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Tidak ada toleransi untuk korupsi, apalagi yang menghambat pelayanan publik dan digitalisasi pemerintahan,” tegas Zulkifli.
Digitalisasi Pemerintahan Harus Bebas dari Korupsi
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa proyek digitalisasi pemerintahan harus dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat. Jika tidak, anggaran besar justru akan menjadi sasaran empuk bagi oknum yang tak bertanggung jawab.
Masyarakat pun berharap proses hukum ini berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, terutama di sektor-sektor vital seperti teknologi informasi dan pelayanan publik digital. ***