Saat tiba di lokasi tanaman lombok Wabup Tomy Satria langsung ikut memetik lombok merah yang sudah siap panen. Ia tampak menikmati dan betah memetik lombok merah satu persatu dari dahannya dan memasukkannya dalam ember. Hampir satu jam Tomy menongkrongi lahan lombok yang luasnya kurang lebih 1 hektar. Ia pun mengaku mendapat kepuasan batin saat ikut memanen lombok merah tersebut.
Syuaib mengutarakan jika tanaman lombok yang dicoba pertama kalinya ini menghasilkan buah lombok yang banyak. Bibit lombok yang ditanam adalah Pilar F1 dengan jumlah sekitar 2.500 pohon. Setiap lima hari ia mengaku mendapatkan hasil panen rata-rata 200 kilogram dengan harga 25 ribu rupiah per kilogram.
“Mengenai pemasarannya, saya tidak khawatir karena justru saya memilih harga tertinggi yang ditawarkan para pedagang,” ungkap Syuaib yang sebelum bertani lombok mengaku hanya bertani merica dan cengkeh.
Dikatakannya untuk panen tahap pertama, ia bisa melakukan panen 7 sampai 8 kali. Kalau buahnya sudah habis, maka akan dilakukan pemupukan kembali sehingga muncul tunas baru untuk buah panen tahap kedua.
Saat memulai bertani tanaman lombok jenis Pilar F1 3 bulan lalu, ia mencatat pengeluaran yang sudah dipakai sekitar Rp 10 juta untuk membiayai sewa traktor, pemupukan, pengadaan plastik pelindung (Mulsa) serta biaya genset untuk penyiraman air secara rutin.
“Alhamdulillah panen tahap pertama ini sangat memuaskan. Saya berharap harga lombok ini tidak turun sehingga kami bisa terus melanjutkan bertani lombok besar,” pinta Syuaib.
Menurut Tomy Satria panen lombok yang dikembangkan ini sangat luar biasa oleh karena betul-betul dibangun dari inisiatif warga yang dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
“Ini contoh baik yang patut ditiru oleh warga lainnya, bagaimana memanfaatkan lahan atau kebun untuk tetap produktif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kita,” puji Tomy.
Hadirnya pertanian lombok ini, kata Tomy membuktikan bahwa masyarakat Bulukumba adalah masyarakat yang tangguh yang tetap bisa bangkit meski saat ini negara Indonesia dirundung wabah Covid-19.(*)