MAKASSAR, SULSELLIMA.COM - Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI) menggelar dialog publik dengan tema "Peran Pemuda Dalam Mewujudkan Pemilu 2024 yang Aman, Damai Tanpa Hoax dan Issu Sara." Dialog ini, yang diadakan di salah satu warkop di kabupaten Gowa, menghadirkan dua narasumber dari latar belakang akademisi dan aktivis pemuda.
Salah satu narasumber, Asmin Syarif, seorang akademisi, menyatakan bahwa pemilu yang damai merupakan dasar bagi demokrasi yang sehat. Ia menekankan pentingnya momen ini bagi rakyat untuk memilih pemimpin serta menentukan masa depan bangsa. Namun, Asmin juga mengingatkan tentang potensi gangguan terhadap kedamaian pemilu 2024, seperti penyebaran berita hoax, politik identitas, dan politik uang di tengah masyarakat.
Asmin menyatakan, "Kita harus aktif dalam menciptakan iklim politik yang aman dan damai dalam pemilu mendatang. Potensi gangguan terhadap kedamaian politik harus diselesaikan bersama, dengan lebih bijak dalam menerima informasi, menghindari politik identitas, dan menolak politik uang yang hanya menguntungkan kepentingan individu atau kelompok."
Sementara itu, narasumber lainnya, Alfi Sahar, menekankan tanggung jawab generasi muda dalam mendukung proses politik yang bermartabat. Alfi mengatakan bahwa pemuda memiliki peran strategis dalam mendukung kesuksesan pemilu 2024. Dia juga menyerukan kesadaran generasi muda untuk aktif menggunakan hak suara, menjadi pemantau pemilu, dan mengawal proses demokrasi.
Alfi menyampaikan, "Pemilu 2024 bukan hanya tugas lembaga pemilu atau pemerintah, tetapi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi muda. Mereka memiliki kapasitas intelektual, nalar kritis, serta konsepsi gagasan yang luas. Generasi muda harus berperan aktif dan memberikan energi positif agar hasil pemilu melahirkan pemimpin yang amanah, jujur, dan berkompeten."
Konklusi dari dialog ini menegaskan bahwa keamanan dan kedamaian pemilu 2024 hanya bisa terwujud jika semua elemen masyarakat bekerja sama dan memiliki kesadaran akan pentingnya etika politik yang sehat, bebas dari hoax, politik identitas, issu Sara, serta politik transaksional yang merusak demokrasi.***