PKS Ikan Hidup Takabonerate: Nelayan Terhenti, Kapal Luar Daerah Tetap Beroperasi
SELAYAR, SULSELLIMA.COM - Perdagangan ikan hidup di kawasan Taman Nasional Takabonerate kembali memanas. Aturan baru yang mewajibkan adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Balai Taman Nasional, nelayan pemancing, dan pembeli ikan hidup kini memicu keluhan, kebingungan, dan tudingan ketidakadilan dari para pelaku lokal.
Hasil penelusuran dilansir dari Media Selayar mencatat bahwa PKS yang diurus pembeli pemilik keramba ke Balai Taman Nasional belum memiliki kejelasan. Dalam prosesnya, pembeli diwajibkan menyertakan daftar kelompok nelayan pemancing yang menjadi pemasok mereka. Nama-nama tersebut kemudian menjalani verifikasi ketat dari pihak Balai, sebelum berkas dikirim ke “pusat” untuk persetujuan final—yang hingga kini lokasi “pusat” tersebut tidak dijelaskan secara gamblang oleh petugas.
Proses panjang tersebut membuat nelayan dan pembeli harus menunggu hingga PKS resmi terbit sebelum dapat kembali beroperasi. Bahkan, nelayan yang terdaftar dibebani kewajiban mematuhi zonasi wilayah tangkap yang ditentukan pihak Balai. Pembeli dari luar Selayar pun diwajibkan memiliki PKS, jika tidak maka dilarang masuk membeli ikan di kawasan Takabonerate.
Namun, di lapangan, masyarakat justru menyaksikan kapal-kapal pembeli dari luar Selayar yang tetap beroperasi aman bersama pengusaha lokal yang disebut sudah melengkapi PKS. Nelayan lokal juga mempertanyakan keberadaan kapal pukat gae—alat tangkap yang dilarang—yang terkesan bebas masuk kawasan taman nasional. Informasi yang diperoleh menyebut kapal-kapal tersebut beroperasi pada malam hari dan keluar sebelum matahari terbit.
Kondisi ini membuat kinerja Balai Taman Nasional Takabonerate, yang telah mengelola kawasan lebih dari satu dekade, mulai dipertanyakan. Akses informasi pun dinilai tertutup. Beberapa petugas menolak memberikan penjelasan langsung dan mengarahkan wartawan untuk menemui pimpinan mereka.
Hingga kini, carut-marut pengurusan PKS dan dugaan aktivitas ilegal di perairan Takabonerate terus menuai sorotan dari nelayan, pelaku usaha lokal, dan pemerhati lingkungan.***