Eksistensi Media Penyiaran dan Tantangan Efisiensi Anggaran
BULUKUMBA, SULSELLIMA.COM - Efisiensi anggaran yang dilakukan selama pemerintah akan berdampak pada kelangsungan hidup media penyiaran. Hal ini memberatkan media penyiaran karena saat ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari disrupsi digital hingga perekonomian media yang kian berat.
Eksistensi radio di tengah efisiensi anggaran Tetap Relevan dengan Strategi Kreatif Di era digital yang serba cepat, radio tetap bertahan sebagai media yang relevan meskipun dihadapkan pada tantangan efisiensi anggaran. Dengan biaya operasional yang relatif rendah dibandingkan media lain, radio mampu menjaga eksistensinya melalui strategi kreatif dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi.
Saiful Alief Subarkah ( SAS ) Praktisi Media Penyiaran, saat di wawancara usai Peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Rabu ( 01/10/2025 ) berharap, radio tetap eksis ditengah efisiensi anggaran dan berkembangnya dunia digital.
Hal tersebut menjadi salah satu harapan SAS, sapaannya, bahwa para insan penyiaran mau tak mau harus memutar otak agar industri media penyiaran bisa bertahan di tengah badai yang seakan tak berhenti. "Radio saat ini, tengah menghadapi tantangan apa yang disebut sebagai 'tantangan kreatifitas'," kata SAS.
Menurut data Asosiasi Radio Siaran Swasta Indonesia (ARSSI), lebih dari 60% penduduk Indonesia masih mendengarkan radio secara rutin, terutama di daerah pedesaan. Fleksibilitas radio sebagai media audio yang dapat diakses melalui perangkat sederhana seperti ponsel atau radio transistor menjadi kekuatan utama di tengah keterbatasan anggaran.
"Radio adalah media yang hemat dari segi pembiayaan, baik untuk announcer maupun listener," ujar SAS, dalam wawancara baru-baru ini.
Untuk mengoptimalkan anggaran, banyak stasiun radio beralih ke konten berbasis komunitas dan kolaborasi dengan platform digital. Misalnya, beberapa radio lokal kini memanfaatkan podcast dan streaming online untuk menjangkau audiens yang lebih luas tanpa memerlukan biaya besar.
"Radio harus fokus pada konten yang relevan, seperti informasi lokal dan hiburan, sambil memanfaatkan media sosial untuk free promosi," kata SAS,
Namun, efisiensi anggaran juga membawa tantangan. Pemangkasan biaya sering kali berdampak pada kualitas produksi dan pendapatan tim kreatif. Untuk mengatasi hal ini, beberapa stasiun radio mesti melibatkan talenta lokal dan relawan, serta membangun kolaborasi dengan pelaku usaha kecil dalam sponsorship.
"Di tengah efisiensi anggaran pelaku industri penyiaran dituntut belajar untuk lebih kreatif dengan sumber daya yang ada," tambah SAS. Di sisi lain, Radio Publik milik Pemerintah ( Radio Plat Merah ) diharapkan tetap berperan besar dalam menyampaikan informasi publik di tengah efisiensi anggaran. Program seperti siaran edukasi dan budaya menjadi daya tarik yang tidak tergantikan oleh media lain. "Karen Radio masih jadi jembatan untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh teknologi penyiaran," ungkap SAS.
Artinya tantangan Radio saat ini, secara regulasi harus bisa dibawa lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan yang ada.
"Karena kalau tidak, radio akan keasyikan dengan dirinya sendiri dan tidak maju-maju," katanya.
Meski demikian, Saiful Alief Subarakah ( SAS ), yang pernah 21 tahun menjadi bagian dari industri penyiaran radio , mengaku tetap optimis. Baginya, industri radio saat ini bukanlah hal yang perlu di khawatirkan. Yang harus dipikirkan, kata dia, yakni bagaimana cara menyikapinya sebuah perkembangan agar dapat terus bertahan di era digitalisasi media dan ditengah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
"Eksistensi radio tidak lagi di lihat dari seberapa banyak orang mendengarkan radio, tantangan kreatifitas yang di maksud, salah satunya adalah dengan memanfaatkan “media sosial”, misalnya," jelas SAS.
Dengan kombinasi kreativitas, adaptasi teknologi, dan fokus pada kebutuhan audiens, radio membuktikan bahwa efisiensi anggaran bukanlah penghalang untuk tetap eksis. Di tengah gempuran media digital, suara radio terus menggema, menghubungkan komunitas dengan cara yang sederhana namun bermakna, satu suara berjuta telinga" tutup SAS.***